TEKNOLOGI
Inilah 13 Fakta Bahtera Nabi Nuh
Setting APN tercepat di Dunia all operator
Superkapasitor
Superkapasitor (atau dalam bahasa Inggris: supercap, ultracapacitor or Goldcap[2]) adalah kapasitor yang memiliki nilai kapasitansi jauh melebihi kapasitor lain (namun dengan batas tegangan yang lebih rendah), dan dapat dianggap sebagai pertengahan antara kapasitor elektrolit (biasa) dan baterai isi ulang. Superkapasitor dapat menyimpan muatan per kubik 10 hingga 100 kali lebih banyak dari kapasitor elektrolit, bisa menerima dan menyalurkan muatan lebih cepat dari baterai, dan mempunyai toleransi terhadap siklus cas/pakai lebih baik dari baterai yang dapat dicas ulang.
Superkapasitor digunakan dalam aplikasi yang membutuhkan sumber energi yang memiliki siklus cas/pakai lebih cepat daripada sumber energi yang tahan lama: di dalam mobil, bus, kereta api, mesin derek dan tangga berjalan.[3] Superkapasitor yang lebih kecil digunakan untuk pemasok daya bagi memori akses acak statis (SRAM).
Tidak seperti kapasitor biasa yang menggunakan dielektrik padat, superkapasitor menggunakan kapasitansi elektrostatis lapis-ganda dan pseudo-kapasitansi elektrokimia, yang keduanya turut andil dalam total kapasitansi yang dimiliki superkapasitor, dengan beberapa perbedaan:
Kapasitor lapis-ganda elektrostatis (electrostatic double-layer capacitors/EDLCs) menggunakan karbon sebagai elektrode atau sejenis dengan jumlah kapasitansi elektrostatis lapis-ganda lebih besar dari jumlah pseudo-kapasitansi elektrokimia, menimbulkan pemisahan muatan lapis-ganda Helmholtz pada permukaan elektrode konduktif dan elektrolit. Jumlah pemisahan muatannya adalah beberapa ångström (0,3-0,8 nm), lebih kecil daripada kapasitor biasa.
Pseudo-kapasitor elektrokimia menggunakan metal oksida atau elektrode berbahan polimer konduktif dengan jumlah pseudo-kapasitansi elektrokimia lebih tinggi ditambah dengan kapasitansi lapis-ganda. Pseudo-kapasitansi dicapai melalui pemidahan elektron Faradais dengan redoks, interkalasi, dan penyerapan oleh permukaan elektrode.
Kapasitor hibrid, seperti kapasitor litium-ion, menggunakan elektrode dengan karakteristik berbeda: satu menonjolkan kapasitansi elektrostatis sementara yang lain lebih menonjolkan kapasitansi elektrokimia.
Elektrolit yang terkandung dalam superkapasitor membentuk hubungan konduksi ionis antara dua elektrode yang membedakan superkapasitor dari kapasitor elektrolit yang mana lapisan dielektrik merupakan keharusan, lalu yang disebut elektrolit (contoh: MnO2 atau polimer konduktif) sebenarnya adalah bagian dari elektrode kedua (katode, atau lebih tepat lagi elektrode positif). Superkapasitor dipolarisasi untuk elektrode asimetris, atau untuk elektrode simetris, dengan potensial yang dikenakan saat proses produksi.
Evolusi
Pada awal 1950-an, insinyur di General Electric memulai eksperimen elektrode karbon berpori, dengan bentuk kapasitor, berdasarkan rancangan sel bahan bakar dan baterai yang dapat dicas ulang. Karbon aktif adalah konduktor elektrik yang berpori banyak dengan tingkat surface area yang tinggi. Pada 1957, H. Becker mengembangkan sebuah “Kapasitor elektrolit tegangan-rendah dengan elektrode karbon berpori”.[4][5][6] Ia meyakini bahwa energi disimpan sebagai muatan di dalam pori-pori karbon sebagaimana pori-pori foil di dalam lapisan kapasitor elektrolit. Karena lapis-ganda belum ia ketahui saat itu, ia menulis di dalam pantennya: “belum diketahui dengan pasti apa yang terjadi di dalamnya, namun yang pasti itu membuat jumlah kapasitansinya lebih tinggi.”
Sayangnya, General Electric belum melihat adanya potensi di balik eksperimen tersebut. Pada 1966 peneliti di Standard Oil of Ohio (SOHIO) mengembangkan versi berbeda dari komponen tersebut sebagai “perangkat penyimpanan energi elektrik” ketika bekerja dengan rancangan awal dari sel bahan bakar.
Kapasitor elektrokimia pada awalnya menggunakan dua lembar alumunium dibalut dengan karbon aktif, yang direndam dalam elektrolit dan dipisahkan oleh isolator tipis berpori. Rancangan ini memberikan nilai kapasitansi setara satu farad, lebih tinggi dari kapasitor elektrolit yang berukuran sama.
SOHIO tidak mengkomersialkan penemuannya tersebut, melisensikan teknologinya ke NEC, yang pada akhirnya memasarkan penemuan SOHIO tersebut sebagai “superkapasitor” pada 1971, sebagai pemasok daya pada memori komputer.
Pada rentang 1975 hingga 1980, Brian Evans Conway mengembangkan kapasitor elektrokimia dengan ruthenium oksida. Pada 1991 ia menjelaskan perbedaan perilaku “superkapasitor” dan “baterai” dalam menyimpan energi elektrokimia. Pada 1999 ia mendefinisikan superkapasitor untuk menjelaskan peningkatan tingkat kapasitansi dari reaksi redoks pada permukaan dengan transfer energi faradais antara elektrode dan ion.[7][8] “Superkapasitor” buatannya menyimpan muatan elektronik sebagian di lapis-ganda Helmholtz dan sebagiannya lagi berasal dari reaksi faradais dengan transfer energi “pseudo-kapasitansi” pada elektron dan proton yang berada di antara elektrode dan elektrolit. Mekanisme kerja pseudo-kapasitor adalah reaksi redoks, interkalasi, dan penyerapan oleh permukaan elektrode. Dengan risetnya tersebut, Conway mengetahui lebih banyak lagi tentang kapasitor elektrokimia.
Pasar untuk kapasitor jenis ini ternyata merangkak lambat. Keadaan berubah sekitar 1978 ketika Panasonic memasarkan lini produk Goldcaps.[9] Produk ini banyak dipakai sebagai pemasok daya untuk memori cadangan.[10] Kompetisi dimulai beberapa tahun kemudian, ketika pada 1987 “Dynacap” milik ELNA mulai beredar di pasaran.[11] EDLCs generasi pertama memiliki resistansi internal yang lebih tinggi, sehingga melepas daya lebih kecil, cocok untuk aplikasi yang membutuhkan tenaga kecil seperti memasok daya untuk SRAM sebagai memori cadangan komputer.
Pada akhir 1980-an, bahan elektrode yang lebih baik ditemukan, sehingga nilai kapasitansinya lebih tinggi. Pada waktu yang sama, pengembangan elektrolit dengan tingkat konduktivitas lebih tinggi mengurangi tingkat equivalent series resistance (ESR) sehingga meningkatkan arus pada saat dicas mau pun dipakai. Superkapasitor dengan tingkat resistansi internal rendah dikembangkan pada 1982 oleh Pinnacle Research Institute (PRI) untuk kepentingan militer, dan dipasarkan dengan merek dagang “PRI Ultracapacitor”. Pada 1992, Maxwell Laboratories (kini Maxwell Technologies) mengambil alih hasil riset PRI tersebut, dan dinamai ulang sebagai “Boost Caps”.[12]
Karena jumlah tegangan mempengaruhi jumlah isi energi kapasitor, maka periset mulai mencari cara untuk meningkatkan kadar tegangan rusak yang dimiliki elektrolit. Pada 1994, menggunakan anode dari kapasitor elektrolit tantalum berdaya 200V, David A. Evans mengembangkan “Electrolytic-Hybrid Electrochemical Capacitor”.[13][14] Kapasitor tersebut menggabungkan fitur dari kapasitor elektrolit dan elektrokimia. Mereka menggabungkan tingkat kekuatan dielektrik dari anode kapasitor elektrolit dan nilai kapasitansi tinggi dari katode berbahan metal oksida (ruthenum(VI) oksida) yang bersifat pseudo-kapasitif dari kapasitor elektrokimia, menghasilkan kapasitor elektrokimia hibrid. Dinamai Cappatery oleh Evans,[15] mempunyai isi energi lima kali lebih besar daripada kapasitor elektrolit tantalum dengan ukuran yang sama.[16] Sayangnya, harga yang tinggi membatasi penggunaannya hanya sebatas di bidang militer.
Pengembangan mutakhir meliputi kapasitor litium-ion. Kapasitor hibrid diprakarsai oleh FDK pada 2007.[17] Mereka menggabungkan elektrode karbon elektrostatik dengan pre-doped elektrode elektrokimia litium-ion. Kombinasi tersebut meningkatkan nilai kapasitansi. Ditambah dengan proses pre-doping yang mengurangi jumlah potensial pada anode dan menghasilkan sel tegangan yang lebih tinggi.
Riset banyak dilakukan di perusahaan dan universitas[18] untuk meningkatkan beberapa karakteristik seperti energi spesifik, daya spesifik, dan stabilitas siklus untuk menekan biaya produksi lebih rendah lagi.
Rancangan dasar
Superkapasitor terdiri dari dua elektrode yang dipisahkan oleh membrane yang dapat ditembus ion, dan sebuah elektrolit menghubungkan kedua elektrolit secara ionis. Ketika elektrode terpolarisasi oleh tegangan yang masuk, ion di dalam elektrolit membentuk lapis-ganda yang berada di kutub yang berseberangan dengan kutub elektrode. Sebagai contoh, elektrode kutub positif akan diselimuti oleh lapisan ion negatif pada pertemuan elektrolit/elektrode bersamaan dengan lapisan penyeimbang muatan dari ion positif yang diserap lapisan negatif. Hal sebaliknya berlaku pada elektrode kutub negatif.
Sebagai tambahan, tergantung bahan elektrode dan bentuk permukaan, beberapa ion akan menembus lapis-ganda menjadi ion yang terserap dan ditambah dengan pseudo-kapasitansi ke dalam jumlah kapasitansi untuk superkapasitor.
Distribusi kapasitansi
Dua elektrode pada superkapasitor membentuk kapasitor masing-masing C1 dan C2. Total kapasitansi Ctotal dihasilkan dari rumus:
Superkapasitor mempunyai elektrode baik yang berbentuk simetris mau pun asimetris. Dengan bentuk simetris, dapat disimpulkan bahwa kedua elektrode mempunyai nilai kapasitansi yang sama, sehingga total kapasitansi adalah setengah jumlah nilai kapasitansi dari tiap kapasitor (jika C1 = C2, maka Ctotal = ½ C1). Untuk bentuk asimetris, total kapasitansi dapat diambil dari elektrode dengan nilai kapasitansi terendah (jika C1 >> C2, maka Ctotal ≈ C2).
Prinsip penyimpanan
Kapasitor elektrokimia menggunakan efek lapis-ganda untuk menyimpan energi listrik; namun, lapis-ganda ini tidak menggunakan dielektrik padat biasa sebagai pemisah muatan. Ada dua prinsip penyimpanan dalam lapis-ganda elektrik yang ada dalam elektrode yang ikut berpengaruh terhadap total kapasitansi untuk kapasitor elektrokimia:
Kapasitansi lapis-ganda, penyimpanan daya elektrostatisnya dihasilkan oleh pemisahan muatan di dalam lapis-ganda Helmholtz.
Pseudo-kapasitansi, penyimpanan daya elektrostatisnya dihasilkan oleh reaksi redoks faradais dengan transfer-muatan.\
Sumber : https://id.wikipedia.org/